Ira: " Ora,jalaran aku pertemuan minggu kepungkur ora mlebu sekolah amarga lara.". Rani : " Yen ngono mengko sore ndhewe sinau bareng bae ya Ir,neng ngomahku.". Ira : " Ya,kebeneran,aku mengko tak ngajak Sinta.". Rani : " Ya tak tunggu tekamu,kae bel sakolah wis muni,ayo ndang mlebu kelas. 1. Wacan pacelaton ing ndhuwur
Tidak banyak orang yang tahu, kalau Sunan Kalijaga sesungguhnya tokoh sufi atau tasawuf—di samping sebagai juru dakwah penyiar Islam—yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Peran dan kiprahnya oleh Widji Saksono 1996 dikatakan sebagai salah seorang dari sunan-sunan lain dalam lingkaran Wali Sanga yang mempunyai andil besar dalam “mengislamkan tanah Jawa”. Sunan Kalijaga merupakan tokoh fenomenal, yang oleh masyarakat luas diakui sebagai Guru ing Tanah Jawi. Jasanya yang luar biasa besar adalah ketika ia mampu menyampaikan ajaran agama Islam dengan cara wicaksana, dan mudah diterima oleh berbagai lapisan sosial. Membaca keseluruhan tentang sosok Kanjeng Sultan secara personal, terasa sangat unik dan mengagumkan. Dalam cerita-cerita jenaka, misalnya dikisahkan, Syaikh Siti Jenar—wali yang paling terkenal setelah Sunan Kalijaga—demikian keramat dan sakti, sehingga delapan wali yang lain kecuali Sunan Kalijaga dapat diatasai dan dikalahkannya. Disebutkan bahwa Syaikh Siti Jenar itu bisa masuk bumi waktu dikejar-kejar oleh Sunan Kalijaga untuk menangkapnya. Di bawah tanah yang gelap gulita serta sempit-sesak itu lantaran keramatnya Syaikh Siti Jenar menciptakannya menjadi terang benderang dan luas-lapang seluas alam semesta lengkap dengan langitnya yang cerah. Untuk menandingi ini, maka Sunan Kalijaga menciptakan mendung, hujan dan topan badai yang amat dahsyat, sehingga alam di bawah bumi laksana bongkah, kembali gelap gulita dan sesak sempit seperti sediakala, bahkan lebih sempit dari yang semestinya. Itu terjadi lantaran kesaktian Sunan Kalijaga Saksono, 1996. Meski Syaikh Siti Jenar dan Sultan Kalijaga sama-sama mengajarkan makrifat, namun caranya berbeda. Menurut Achmad Chodjim 2004, Syaikh Siti Jenar lebih menitikberatkan pada olah batin untuk pencapaian “Diri Sejati”, sedangkan Sunan Kalijaga lebih memfokukan pengalaman praktis kehidupan sehari-hari orang Jawa dalam memahami asal-usul dan tujuan hidup sangkan paraning dumadi. Sangkan Paraning Dumadi Pendekatan Raden Syahid—nama kecil Sunan Kalijaga, atau disebut pula Syaikh Melaya karena dia adalah putera Tumenggung Melayakusuma di Jepara—dalam menjelaskan wejangan dengan berdasarkan kepada tiga hal, yaitu momong, momor, dan momot. Purwadi 2005 menjelaskan, bahwa momong berarti bersedia untuk mengemong, mengasuh, membimbing, dan mengarahkan. Sunan Kalijaga memperlakukan pihak yang lebih lemah seperti sikap orang tua yang sedang mengasuh anak, seperti Nyai dengan santrinya, seperti guru dan muridnya. Momor berarti bersedia untuk bergaul, bercampur, berkawan, dan bersahabat. Hal ini dimaksudkan agar pihak lain bisa merasa akrab. Sunan Kalijaga dihormati oleh segenap masyarakat Jawa karena kebijaksanaanya dalam melakukan pergaulan sehari-hari. Momot berarti kesediaan untuk menampung aspirasi dan inspirasi dari berbagai kalangan yang beraneka ragam. Sunan Kalijaga sangat berhasil menempatkan posisi keagamaan, kekuasaan, dan kebudayaan. Secara lebih spesifik, ajaran tasawuf Sunan Kalijaga dapat ditemukan dalam berbagai sumber, antara lain dari babat Serat dan Suluk. Ajaran tasawufnya menyangkut beberapa aspek pokok ajaran yaitu mengenai konsep pancamaya, ilmu hakikat, sangkan paraning dumadi, roh Ilafi ruh Idhafi, dan ajaran tentang fana, baqa, dan nubuat. Ajaran sangkan paraning dumadi seringkali diinternalisasi oleh para wali dan penganut mistik kejawen. Sunan Kalijaga pernah memberikan wejangan serupa yang tersimpul dalam Tembang Dhandhanggula sebagai berikut “Terjemahan hidup di dunia ini tidak lama/ seperti jika kamu pergi ke pasar/ tidak akan ke pasar terus/ pastilah akan kembali juga/ ke rumah asalnya/ maka jangan sampai keliru/ maka ketahuilah/ ilmu sangkan paran/ agar jangan sampai kesasar”. Suwardi Endraswara 2006 menafsirkan makna tersirat dari ajaran Sunan Kalijaga di atas. Bahwa menurutnya, pesan mistik tembang tersebut menghendaki bahwa hidup di dunia ini tidak lama, ibarat manusia pergi ke pasar, akan segera kembali ke rumah asalnya tadi, karena itu jangan sampai ragu-ragu terhadap asal-usulnya, agar jangan sampai salah jalan. Pesan ini menunjukkan bahwa manusia hidup di dunia sekadar mampir ngombe singgah untuk minum, karena suatu ketika akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah tumpuan sangkan paraning dumadi. Ali Usman, pengurus Lakpesdam PWNU DIYSangkanParaning Dumadi. 69 likes. Ada yang Ada
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sangkan Paraning Dumadi, merupakan filosofi atau ajaran dalam ilmu Kejawen kepercayaan tradisional Jawa tentang bagaimana cara manusia menyikapi bahasa Jawa kuno, sangkan berarti asal muasal, paran adalah tujuan, dan dumadi artinya menjadi, yang menjadikan atau pencipta. Dengan begitu bahwa yang dimaksud Sangkan Paraning Dumadi adalah pengetahuan tentang "Dari mana manusia berasal dan akan kemana ia akan kembali."Keberadaan manusia dan alam semesta merupakan ciptaan Sang Hyang Widhi, yaitu Dzat Pencipta Alam Semesta, Tuhan Yang Maha Esa. Kelak pada akhirnya seluruh alam semesta akan kembali kepada-Nya. Sangkan Paraning Dumadi dalam filosofi Kejawen mengajarkan bahwa tujuan akhir dari kehidupan manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam menjalani kehidupan ini kita harus mendekati nilai-nilai luhur ketuhanan. Nilai-nilai luhur ketuhanan antara lain adalah jujur, adil, tanggung-jawab, peduli, sederhana, ramah, disiplin dan komitmen. Karena itu, ada sebagian orang yang mengidentikkan pengetahuan Sangkan Paraning Dumadi dengan filosofi 'Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rojii'un. Yang artinya "Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali." Bacaan tersebut biasa diucapka oleh umat Islam apabila mendengar kabar duka cita kematian atau musibah. Dalam al-Quran kalimat tersebut terdapat pada surat Al-Baqarah 155-157, "Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun." Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."Filosofi Sangkan Paraning DumadiTubuh manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmaniah berupa badan tubuh dan ruhaniah sebagai isinya. a. Jasmani sebagai materi benda diciptakan dari unsur alam, yaitu tanah, air, udara dan api panas. Karena asalnya dari bahan sari pati alam, maka kelak jasmani akan kembali ke alam lagi. Yang tanah kembali kepada tanah, yang udara kembali kepada udara, yang api kembali kepada api, dan yang air akan menyatu kembali kepada Ruh yang didalamnya terkandung Jiwa, merupakan sesuatu yang tidak berwujud materi, terdiri dari tiga unsur ruhaniah yaitu akal, nafsu dan hati/perasaan. Dari unsur2 itulah diri manusia bisa melihat, mendengar, sedih, gembira, marah, benci, cinta, iba, kasih sayang, berfikir dan kitab suci Al-Qur'an, Allah berfirman "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ruh ciptaan Nya ke dalam tubuhnya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagi kamu". As-Sajdah, 32 9. 1 2 3 Lihat Filsafat Selengkapnya
Kasuskasus perubahan fungsi bangunan atau perubahan KDB, yang berdampak pada berkurangnya area terbuka hijau di suatu kawasan kota, terjadi pula di Kawasan Kotabaru Yogyakarta, yang
TIDAK Dalam kisah babat alas tanah jawa di masa penyebaran islam, banyak keunikan dan proses yang menarik di dalamnya baik dari segi pengajaran serta cara pendekatan para tokoh sufi atau dengan gelar “Para Wali”. Kesulitan yang terjadi pada masa islam masuk ke tanah jawa adalah banyaknya adat dan budaya yang tidak dimiliki bangsa lain, sehingga para wali ini tidak semerta –merta menyebarkan islam sesuai pengajaran yang di terimanya saat berada di tanah padang pasir. Salah satunya tokoh sufi dengan gelar sunan Kalijaga, wali yang sangat di kagumi terutama masyarakat tanah jawa dan beliau murid pertama dari sunan bonang dengan ajaran dan tuntunan yang masih di jalankan oleh kalangan masyarakat sampai saat ini khususnya di pulau jawa. Perpaduan adat dan budaya yang diajarkan, kemudian dirubah dalam bentuk pesan yang isinya terdapat kandungan ayat-ayat suci Al Qur’an. Mempunyai pesan yang sangat dalam bahkan di sakralkan oleh masyarakat sampai saat ini, dengan mengenal istilah Sangkan Paraning Dumadi. Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi Jangan Lupa Dari Mana Engkau Berasal Dan Akan Kembali merupakan dakwah paling efektif yang di ajarkan oleh Sinuhun Kalijaga, inilah penjelasannya. Pada masa itu, masyarakat sangat mengagumi budaya pertunjukan wayang. Sehingga oleh sunan kalijaga di tirulah kebiasaan masyarakat dengan sentuhan islami, merubah bentuk wayang dengan kulit karena pada jaman dulu wayang tergambar dan dalam islam tidak diperbolehkan dalam sebuah gambaran yang berbentuk kehidupan. Serta dalam critanyapun dirubah yang awal dari kisah budaya hindu kemudian di sisipkan ajaran islam, sehingga beliau berkata “Judul Wayangku ini saya beri nama wayang Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un”, namun bagi orang jawa mereka tidak akan paham akan kisah itu. Kemudian Sunan Kalijaga musyawarah dengan Sunan Bonang dan Sunan Drajad Sunan Drajad berkata Mohon maaf Dimas Kalijaga, ini wayang dengan judul Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un apa iya orang jawa akan paham? Agar supaya orang Jawa paham aku berinama wayang ini dengan judul “Jangan Lupa Dari Mana Engkau Berasal Dan Akan Kembali”. Pada akhirnya disetujuilah peran pertama da’wah islamiyah dengan menggunakan pagelaran wayang kulit yang akan dibawakan oleh sunan kanjeng kalijaga atas perintah sang guru Sunan Bonang sesuai judul yang diberikan. Tetapi Kanjeng Sunan Kalijaga merasa tidak lengkap jika pertunjukan wayang beliau dalam berda’wah tidak diiringi musik dan tembang, sedangkan pada jaman itupula kebiasaan masyarakat tanah jawa hobi dan suka sekali dengan budaya tembang. Saat itupula sang guru Sunan Bonang memerintahkan sunan kalijaga untuk meminta bantuan kepada sunan Drajat, untuk meminta membuat sebuah tembang dan music sebagai kelengkapan da’wah beliau melalui pertunjukan wayang Kemudian Sunan Drajat Berkata Baiklah dimas, karena itu perintah dari kakangda Sunan Bonang agar supaya orang tidak lupa dengan Jangan Lupa Dari Mana Engkau Berasal Dan Akan Kembali, maka aku buatkan tembang MACAPAT Apa itu Tembang MACAPAT? Agar manusia selamat, mereka harus bisa maca barang papat membaca empat hal. Apa saja Barang Papat itu? Saudara yang lahir di alam dunia bertempat di jiwa raga. Yang kanan berupa malaikat jumlahnya 2 namanya Malaikat hafadhoh, yang kiri berupa iblis jumlahnya 2 namanya Jin Qorin. Bahkan perjalanan masih belum usai, dari sebuah tembang yang sudah dibuatkan oleh Sunan Drajat pun tidak bisa ditrima secara akal oleh masyarakat setempat. Sunan Drajat berkata “karena hal seperti ini orang Jawa ya tidak paham juga Sebab itu aku beri nama sedulur papat lima pancer saudara empat lima pusat". Masalah seperti ini, jika kita tidak paham akan jadi masalah. Sebab jika pusatnya fisik manusia itu sendiri memerlukan kekuatan, menggunakan kekuatan sisi kiri bisa, menggunakan kekuatan sisi kanan juga bisa.” “Menggunakan kekuatan sisi kiri juga bisa caranya puasa ngebleng tidak makan tidak minum tidak tidur 3 hari yang di baca mantranya Sun Amatek Ajiku si Jaran goyang dst, Ya sama sama bisa, sama sama berhasil.” “Jadi jika Kyai kuat tirakatnya ya terang auranya, Dukun yang tidak pernah mandi jia kuat tirakatnya ya terang auranya. Jadi sama sama terang auranya, di ibaratkan mencari ayam tanya ke pak kyai ya ketemu ayamnya, tanya ke dukun yang gak pernah mandi ya ketemu ayamnya. Hanya saja bedanya…. yang satu kanan seperti terangnya lampu, yang satu lagi kiri seperti terangnya rumah terbakar. Mencari ayam malam malam pakai lampu senter ya ketemu, menggunakan blarak yang di bakar juga ketemu, lampu senter utuh, blaraknya habis kebakar.” Ungkap sunan drajat kepada sunan kalijaga, karena pada masa itu masyarakat tanah jawa gemar dalm bertirakat atau berpuasa. Dalam penjabaran makna pesan di atas, jika dilakukan pada era sat ini contoh dalam hal “Seperti, orang laki laki yang sedang kasmaran dengan wanita ingi menggunakan kekuatan sisi kanan bisa, caranya puasa 3 hari yang di amalkan Ya rohman Ya Rohim, nanti pasti si wanita tersebut akan berkata “I Love You”. Jika dilakukan dalam amalan Jika sudah demikian Dimas Kalijaga, sebagai permulaan tak buatkan lagi tembang MASKUMAMBANG Maksudnya turunnya ruh ke alam dunia harus di selamati tasyakuran ketika usia 4 bulan sampai 7 bulan dengan bacaan Alquran dan Solawat. MASKUMAMBANG itu bayi ingkang ngambang bayi yang mengambang dimana turunnya ruh di alam dunia masuk kedalam raga sang ibu yang akhirnya menjadi bayi, nanti kalau sudah lahir tembangnya bernama MIJIL MIJIL Maksudnya bayi lahir masa kecil itu jenis kelaminnya laki laki atau perempuan. Di akikahi jika laki laki kambing 2 jika perempuan kambing satu di sahadatkan kepada Gusti ALLAH. Setelah MIJIL tembange bernama KINANTI KINANTI Anak kecil itu harus di wanti wanti akhlaknya dengan berpegang teguh pada agama, Sebab itu seperti NU, Muhammadiyah mendirikan TPA, TPQ, Raudlatul Athfal itu bertujuan supaya menerima kinanti tersebut. Di wanti wanti dari sejak kecil kok tidak di didik akhlak, tidak di wanti wanti agama nanti bakalan terjerumus. Sebab anak kecil tersebut bakalan masuk ke tembang SINOM. SINOM Anak kecil akan menjadi Enom anak muda. Anak muda itu nakal, susah di didik, sebab itu tembang SINOM harus di pegang erat ret sebelum masuk tembang ASMORODONO. ASMORODONO Anak muda jika hatinya sudah terkena Amorodono asmaradana waktunya taman asmara, sudah kenal “jatuh cinta”tidak bisa di didik. Sebab pepatah mengatakan jika seseorang sedang di landa cinta tai kucing rasa coklat. Selepas asmorodono siap siap masuk ke tembang GAMBUH. GAMBUH Waktunya tiba antara pemuda laki laki dan perempuan membangun mahligai rumah tangga, dengan jalan perkawinan, setelah itu mulai masuk ke tembang DANDANG GULA. DANDANGGULA Dandang itu pahit, Gula itu manis, maksudnya jika mendapat istri pintar memask pintar cari duit, hidup rukun sakinah mawaddah warahma itu namanya dapat manis kaya gula. Akan tetapi jika dapat istri / suami kerjaannya ke tempat konser, karaoke, suka ngeramal togel, pulang pulang nempeleng, itu dapat pahit seperti dandang. Jadi di masa ini manusia sudah bisa merasakan pahit manisya hidup. Selanjutnya di teruskan dengan tembang DURMO. DURMO Satu masa di mana manusia sudah waktunya mmendermakan harta benda, tenaga, ilmu intinya khoirunnas anfauhum linnas sebaik baik manusia adalah manusia yang memberi manfaat terhadap yang lainnya. Bakti terhadap sesama manusia, memberikan pitutur kebaikan meskipun sekedar satu huruf. Setelah itu di teruskan tembang PANGKUR. PANGKUR Manusia tau tau mungkur meninggalkan dunia, sebab itu jika sudah waktunya mau meninggalkan dunia usia lanjut segera cari jalan hidup yang benar, pergi ke masjid, cari ulama, rajin mengaji, menanam kebaikan sebelum kedatangan tembang MEGATRUH. MEGATRUH Megat pisah – Ruh nyawa masa lepasnya ruh dengan jasad dan yang paling terakhir tembangnya PUCUNG. PUCUNG Manusia jika sudah di pucung di kafani terus di masukkan pintu kecil, tidak ada cendela mujur utara menghadap ke barat, hidup sendirian di alam kubur. Sebab itulah jika manusia di panggil BUYUT itu maksudnya siap siap mlebu lawang ciut masuk pintu kecil. Jika sudah sudah masuk lawang ciut ketemu sama Malaikat Munkar dan Nakir…. Jika manusia lupa sama SANGKAN PARANING DUMADI ketika di tanya malaikat dua tadi tidak bisa menjawab, alamat Innalillahi wa inna ilaihi roji’un…. Sebab itulah kanjeng Sunan Kalijogo…., mausia hidup di alam dunia itu bakal mengalami delapan fase kehidupan Anak segala sesatu di usahakan ada, meskipun tidak ada orang tua pasti berusaha mewujudkannya supaya anak berkecukupan Bapak Panggilan seseorang yang telah memiliki anak Mbah Jika sudah di panggil si mbah, itu berarti masa hidupnya tinggal selangkah Buyut Siap siap masuk lawang ciut Canggah Jika masa hidupnya amal ibadahnya tidak mencukupi manusia bakalan di cekik sampai tergantung Gantung Siwur di gantung sambil di siksa di dalam neraka Udeg – Udeg setelah itu di aduk aduk di dalam neraka sampai bosok gosong, busuk Gedebog Bosok jika sudah gosong atau busuk itu pertanda dosa dosanya telah bersih setelah di cuci di neraka, kemudian manusia tadi jika selamat di keluarkan dari neraka terus di masukkan kedalam surganya Gusti Alloh, namun jika masa hidupnya tidak memiliki iman, selamanya dia akan menjadi busuk di dalam neraka Inna Lillahi Wainna Ilahi Roji’un. WY BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA ONE SHARE ONE CARE Sekilas tentang penulis tidak lupa terimakasih anda telah membaca artikel yang kami buat di blok ini, semoga bisa memberikan wawasan cakrawala sejarah. silahkan baca artikel lainnya yang lebih menarik s
SANGKANdari kata saka yang berarti dari atau berasal dari. Paran dari kata mara yang berarti menuju. Para Sepuh mengajari kita dengan pitutur itu adalah agar kita merenung, kita ini berasal dari mana dan menuju ke mana. Secara singkat, kita ini berasal dari Tuhan dan sedang menuju kepada Tuhan.
The Philosophy Axis of the Yogyakarta Palace reflects the human journey from a fetus, a baby, growing into a child, a teenager then an adult human being, having a family, aging and finally dying. The complete journey of human life is reflected in the philosophical expression of Sangkan Paraning Dumadi as the teachings of Islam are innalillahi wa innailaihi roji'un QS. Al-Baqarah [2]156. The philosophical concept of the heritage of the Javanese poets by Prince Mangkubumi is manifested in the form of the Yogyakarta Palace architecture. This article reviews the relationship of religion and culture with the Axis of Philosophy of Yogyakarta City within the framework of Javanese-Islamic typology through a phenomenology-hermeneutics of Husserlian-Heideggero-Gadamerian. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this ilmu pengetahuan sibuk bersitegang mengenai kebenaran objektif, maka fenomenologi meletakkan “kebenaran” pada nilai-nilai yang dihidupi oleh subjek. Di dalamnya, terurai pengalaman manusiawi, konflik, rekonsiliasi, kebijaksanaan lokal, kebenaran-kebenaran yang diinteriorisasi oleh subjek-subjek. Objektivitas, kata Aristoteles, adalah itu yang merujuk ke objeknya. Sementara, subjektivitas adalah itu yang menjadi milik subjek, milik manusia yang mengalami atau, menurut Martin Heidegger, milik Existenz. Karena alasan ini, sungguh naiflah para lmuwan yang meyakini bahwa lawan kata dari objektif adalah subjektif. Zaman old dahulu kala, saat para ilmuwan alam melakukan temuan-temuan baru di berbagai bidang kimia, fisika, biologi, dan yang sejenis, terminologi objektivitas sungguh-sungguh populer. Hegemoni objektivitas benar-benar melampaui ranah ilmu alam sampai segitunya lho!. Dan, yang dimaksud objektivitas ialah itu yang terukur, terstandar, terkriteria, atau dapat dihitung, dikalkulasi, distatistikkan, dan di rata-rata menurut hitungan matematika dengan segala prosedurnya. Auguste Comte menjadi salah satu yang terkenal karena dia mendeklarasikan diri sebagai “ilmuwan sosial” tetapi pada saat yang sama dia juga deklarator pendekatan objektif atau waktu itu terkenal dengan sebutan “positivistik.” Karl Marx berada di kemah yang sama dengan Comte, positivisme. Dan, sejarah ilmu pengetahuan mencatat, pendekatan positivistik itu revolusioner, menggebrak, dan mengubah dunia. Sampai hari ini tidak sedikit ilmuwan sosial bermesraan” dengan pendekatan yang demikian karena meyakini seperti para pendahulunya zaman old itu bisa mengubah dunia dengan deklarasi mengenai objektivitas. Andik Wahyun MuqoyyidinThis article reveals the Islamic cultural problems which spreadsand develops in Indonesia especially those which are related to Islam andJavanese culture dialectic. This idea refers to cultural-sociological framewhich dominated more in the form of acculturation. Although there was afluctuated development in the 19’s still acculturation dominated almostall religion’s expression in Java. Syncretism and religion tolerance becamethe character of Islam in Java and this was based to Javanese contextanimism and Hinduism. Muhammad ZuhdiDakwah para penyebar Islam awal ke Nusantara telah menunjukkan akomodasi yang kuat terhadap tradisi lokal masyarakat setempat. Sehingga Islam datang bukan sebagai ancaman, melainkan sahabat yang memainkan peran penting dalam transformasi kebudayaan. Hal ini menunjukkan bahwa karakter Islam Indonesia yang berdialog dengan tradisi masyarakat sesungguhnya dibawa oleh para mubaligh India dalam penyebaran Islam awal di Indonesia yang bersikap akomodatif terhadap tradisi masyarakat atau kultur masyarakat setempat ketimbang mubaligh Arab yang puritan untuk memberantas praktik-praktik lokal masyarakat. Karakter Islam yang dibawa orang-orang India inilah yang diteruskan Walisongo dalam dakwahnya di Jawa. Proses dialog Islam dengan tradisi masyarakat diwujudkan dalam mekanisme proses kultural dalam menghadapi negosiasi lokal. Perpaduan antara Islam dengan tradisi masyarakat ini adalah sebuah kekayaan tafsir lokal agar Islam tidak tampil hampa terhadap realitas yang sesungguhnya. Islam tidak harus dipersepsikan sebagai Islam yang ada di Arab, tetapi Islam mesti berdialog dengan tradisi lokal masyarakat setempat Heddy Shri Ahimsa PutraIn this article the author explains what is called phenomenological approach’ in the study of religion. Starting from Husserl’s philosophy of phenomenology, the author tracing its influences in social science through one of Husserl’s students, Alfred Schutz. Based on Husserl’s ideas developed by Schutz, the author presents his views how those ideas can be applied in the study of religion, and how religion can be defined phenomenologically. The author further explains some methodological ethical implications of doing phenomenological research on religion. *** Dalam tulisan ini penulis menjelaskan apa yang disebut pendekatan fenomenologi’ dalam kajian agama. Berangkat dari filsafat fenomenologi Husserl, penulis melacak pengaruhnya pada ilmu sosial melalui salah seorang murid Husserl, Alfred Schultz. Berdasarkan ide Husserl yang dikembangkan oleh Schultz, penulis menyajikan pandangannya bagaimana ide-ide itu dapat diterapkan dalam kajian agama, dan bagaimana agama dapat didefinisikan secara fenomenologis. Penulis selanjutnya menjelaskan beberapa implikasi etis metodologis jika melakukan kajian fenomenologis terhadap SumbulahJavanese Islam has a character and a unique religious expressions. This is because the spread of Islam in Java, more dominant takes the form of acculturation, both absorbing and dialogical. The pattern of Islam and Javanese acculturation, as well as can be seen on the expression of the Java community, is also supported by the political power of Islamic kingdom of Java, especially Mataram which had brought Islam to the Javanese cosmology Hinduism and Buddhism. Although there are f luctuations in the relation of Islam to the Javanese culture, especially the era of the 19th century, but the face looks acculturative Javanese Islam dominant in almost every religious expressions Muslim communities in this region, so the aspect of ”syncretic” and tolerance of religions into one distinctive cultural character of Javanese Islam. Agama Islam di Jawa memiliki karakter dan ekspresi keberagamaan yang unik. Hal ini karena penyebaran Islam di Jawa, lebih dominan mengambil bentuk akultrasi, baik yang bersifat menyerap maupun dialogis. Pola akulturasi Islam dan budaya Jawa, di samping bisa dilihat pada ekspresi masyarakat Jawa, juga didukung dengan kekuasaan politik kerajaan Islam Jawa, terutama Mataram yang berhasil mempertemukan Islam Jawa dengan kosmologi Hinduisme dan Budhisme. Kendati ada fluktuasi relasi Islam dengan budaya Jawa terutama era abad ke 19-an, namun wajah Islam Jawa yang akulturatif terlihat dominan dalam hampir setiap ekspresi keberagamaan masyarakat muslim di wilayah ini, sehingga ”sinkretisme” dan toleransi agama-agama menjadi satu watak budaya yang khas bagi Islam AzraIslam NusantaraAzra, Azyurmardi, Islam Nusantara, Jaringan Global dan Lokal, Bandung Mizan, Penerbit GramediaM A W BrowerPsikologi FenomenologisBrower, Psikologi Fenomenologis. Jakarta Penerbit Gramedia, Dinas KebudayaanBuku ProfilDinas Kebudayaan DIY, Buku Profil Yogyakarta City of Philisophy, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta EndraswaraFalsafah Kepemimpinan JawaEndraswara, Suwardi, Falsafah Kepemimpinan Jawa. Jakarta PT Buku Seru, HaryantoTriHaryanto, Joko Tri, Mengeja Tradisi Merajut Masa Depan, Semarang Pustakindo Pratama, KoentjoroningratJawaKoentjoroningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta Balai Pustaka, Primbon Suanan BonangMas KumitirKumitir, Mas, "Kitab Primbon Suanan Bonang", 2017, diakses 28 Sepetember 2020, Hermeneutika dalam Tradisi Barat ReaderLembaga PenelitianUin SunankalijagaLembaga Penelitian UIN Sunankalijaga, "Pemikiran Hermeneutika dalam Tradisi Barat Reader", Editor Syafa'atun Almirzanah dan Shairon Syamsuddin YogyakartaPenerbit UIN Sunan Kalijaga, S MarizarKursi Kekuasaan JawaMarizar, Eddy S., Kursi Kekuasaan Jawa. Jakarta Narasi, 2013. Mifedwil, Jandra, Perangkat Alat-alat dan Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta Yogyakarta Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya DIY, RahayuPermana Rahayu, "Sejarah Masuknya Isam di Indonesia, Jurnal, 2015Qur'anic Concept of God, The Universe and ManFazlur RahmanRahman, Fazlur, "Qur'anic Concept of God, The Universe and Man", Islamic Research Institute, Vol. 6, No. 1, MARCH di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 Sejarah Pembagian JawaM C RicklefsRicklefs, Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 Sejarah Pembagian Jawa. Yogyakarta Mata Bangsa, TibbiIslamTibbi, Bassam, Islam and Cultutral Accommodation of Social Change, San Francisco Westview Pres, R WagnerWagner, Helmut R., Alfred Schutz on Phenomenology and Social Relation. Chicago and London Chicago University Press, Deconstruction of TimeDavid WoodWood, David, The Deconstruction of Time, Antlantic Highland humanities Press International, Inc, fi Ulum Al-Qur' an, Beirut Dar al-Ma'rifahZarkasyiZarkasyi,al-, Burhan fi Ulum Al-Qur' an, Beirut Dar al-Ma'rifah, 1972. juz 113.
Kronikini menjelaskan bahwasanya Wali Sanga adalah berasal dari China dan hanya Sunan Kalijaga yang berasal dari Jawa. Sumber ini pernah dipakai oleh sejarawan Slamet Mulyana. Sementara ahli lainnya menolak sutra-sutra, lontar-lontar, buku-buku yang bekenaan dengan tema sangkan paraning dumadi ini.- Dialog antara Sunan Kalijaga dengan Sunan Drajat ini hanya dialog imajinatif yang menjelaskan tentang makna-makna tembang Jawa mulai dari Maskumambang, Mijil, Kinanti, Sinom, Asmorodono, Gambuh, Dandang Gulo, Durmo, Pangkur, Megatruh hingga Pucung, kaitannya dengan terjemah la ilaha illa Allah menjadi sangkan paraning dumadi. Sehingga, ketika mereka meninggal lupa sangkan, mereka di-canggah malaikat, disebutlah sebagai canggah orang tua kakek. Sunan Kalijaga Wayangku iki wayang innalillahi wa inna ilaihi roji'un, nanging iki yen ngene iki wong Jawa ora mudheng. Sak lajengipun Sunan Kalijaga musyawarah kaliyan Sunan Bonang dan Sunan Drajad. Sunan Drajad ngendhikan Nyuwun sewu Dimas Kalijaga, punika wayang innalillahi wa inna ilaihi roji'un yen wong Jawa ora mudheng. Supayane wong Jawa isa mudheng tak jenengi “Aja Lali Sangkan Paraning Dumadi”. Lha ben uwong ki ora lali karo sangkan paraning dumadi, tak gaweke tembang macapat. Tembang macapat ki apa? Ben uwong isa slamet kudu isa maca barang papat. Barang papat kuwi apa? Kancane nyawa sing medhun nang donya, manggon ing raga. Sing nang sisih tengen malaikat 2 jenenge Malaikat Khafadhoh, sing manggon nang sisih kiwa iblis 2 jenenge Jin Korin. Iki yen wong Jawa ya ra mudheng. Pramila iki tak jenengi sedulur papat lima pancer. Yen masalah pancer iki yen awake dewe ora ngerti isa dadi perkara. Amarga ing wayah pancer iki merlokake samubarang, nggunakake kekuwatan sing tengen isa, nganggo kekuwatan sing kiwa uga isa. Kayata, wong lanang kang nembe nandhang wuyung maring wong wadhon, arep nggunakake kekuwatan sing tengen iso, carane pasa 3 dina sing diwaca Ya Rohman Ya Rohim. Sesuk mesti wong wadhone ngomong “I love You”. Nggunakake kekuwatan sing kiwa uga isa, carane puasa ngebleng 3 dina sing diwaca sun amantek aji, ajiku si jaran goyang. Ya padha-padha isa. Dadi padha-padha kelakone. Dadi yen kyai sing tirakate kuwat ya padhang, dukun sing ora tau adus yen tirakate kuat, ya padhang. Dadi padha-padha padhange, nggoleki pitik ilang takon kyai ya ketemu, takon dukun sing ra tau adus ya ketemu. Mung bedhane sing siji tengen kaya padhange lampu, sing sijine kiwa kaya padange omah kobong. Nggoleki pitik bengi-bengi nggawa lampu senter ya ketemu, nggawa blarak sing di gendel di obong ya ketemu. Lampune senter wutuh, blarake kobong entek. Ya wis yen ngono Dimas Kalijaga, kanti kawitan iki tak gaweke meneh tembang Maskumambang medhune nyawa nang alam donya kanti di kapati, di pitoni di kanti waosan Qur'an lan solawat. Maskumambang medhune nyawa nang alam donya kok mlebu nang ragane ibu dadi bayi, mengko yen lahir tak jenengi tembang Mijil. Mijil Tegese bocah lahir rupa lanang rupa wedhok. Yen lanang wedhus 2, yen wedok wedhus 1 di akeqohi di sahadatke ting Gusti Allah. Sakwuse Mijil tembange Kinanti. Kinanti Bocah cilik-cilik kuwi Kinanti kudu di kanti ahklaq di kanti agama. Mulakne kaya NU gawe TPA, TPQ, Roudhotu Atfal iku kanggo nrima kinanti-kinanti iku. Kinanti cilik-cilik kok ora diajar akhlak, ora dikanti agama mengko ndak mleset. Amarga menungsa arep mlebu tembang Sinom. Sinom Bocah bakal dadi enom. Bocah yen enom ndablek, angel diwulang. Sakwuse kuwi tembange Asmorodono. Asmorodono Bocah yen atine wis ketaman asmara, wis wiwit “jatuh cinta,” ora isa diajari. Wong tai kucing wae jarene rasa coklat. Bubar kuwi tembange Gambuh Gambuh Tempuk bocah lanang wadhon mbangun omah-omah. Diterusne tembange Dandang Gula. Dandang Gula Dandang pahit, gua legi, yen entuk bojo pinter golek duwit, uripe rukun adem ayem, kuwi entuk'e legi kaya gulo. Nanging yen entuk bojo kok gaweane ming tayuban, anane ming ngramal togel, bali-bali nggablok, kuwi entuk'e pahit, kaya dandang. Dadi wis bisa ngrasakne pahit legine urip. Diteruske tembang Durmo. Durmo Wayahe darmakne raja brana, ilmu, khoirun nass anfa'uhum linnas. Banjur tembange Pangkur. Pangkur Menungsa ngerti-ngerti mungkur seko donya. Paramila yen ndang mungkur golek dalan sing bener, mlebu masjid, nggolek ulama' sakdurunge kesusul tembang Megatruh. Megatruh Copot raga sak sukmane. Paling keri tembange Pucung. Pucung Menungsa ming di pocong sluku-sluku batok. Yen wis di pocong terus di lebokke nang lawang ciut. Mula di jenengi Buyut kuwi tegese siap-siap mlebu lawang ciut. Yen wis mlebu lawang ciut ketemu karo Malaikat Munkar Nakir. Yen lali karo Sangkan Paraning Dumadi nalika ditakoni malaikat kok ra isa mangsuli, ya langsung dicanggah karo malaikat-e. Dadi wareng wedi ndelok akherat, di udhek-udek nang neraka, di gantung kaya siwur, dithuthuki modal madil kaya tarangan bodol, ajur mumur kaya gedebhok bosok. Baca Duta Islam Sebutan Garis Keturunan dalam Tardisi Jawa Dadi pangkate anak, bapak, simbah, buyut, canggah, wareng, udhek-udhek, gantung siwur, tarangan bodol, gedebok bosok. Iki lho piwulange para ulama mbiyen. Piwulang nganggo cara sing “luar biasa”. Dadi wong Jawa malah padha mudheng, padha guyup rukun, ora malah padha padu pinter-pinteran dalil lan hadist. [
Dumadiartinya lahir atau menjadi ada. Sebelum lahir, sebelum bernama, atau sebelum ada seperti ini, itulah sang asal. Sangkan paraning dumadi umumnya dipahami sebagai asal dan tujuan hidup. Ada yang Menyebutnya Tuhan sesuai dengan pemahaman atau agama pada umumnya. Sangkan paraning dumadi adalah kembali pada diri sejati atau rumah sejati.
Authors DOI Keywords philosophy axis, phenomenology, hermeneutics, Yogyakarta, sangkan, para, Pangeran Mangkubumi Abstract The Philosophy Axis of the Yogyakarta Palace reflects the human journey from a fetus, a baby, growing into a child, a teenager then an adult human being, having a family, aging and finally dying. The complete journey of human life is reflected in the philosophical expression of Sangkan Paraning Dumadi as the teachings of Islam are innalillahi wa innailaihi roji'un QS. Al-Baqarah [2]156. The philosophical concept of the heritage of the Javanese poets by Prince Mangkubumi is manifested in the form of the Yogyakarta Palace architecture. This article reviews the relationship of religion and culture with the Axis of Philosophy of Yogyakarta City within the framework of Javanese-Islamic typology through a phenomenology-hermeneutics of Husserlian-Heideggero-Gadamerian. References Ahimsa-Putra, Heddy, Shri, “Fenomenologi Agama Pendekatan Fenomenologi untuk memahami Agama”, Walisongo, Volume 20, November 2012. Atkinson, Magic, Myth and Medicine New York Premiere Book Edition, 1958. Azmeh, Aziz Al-, Islamic Law Social and Historical Contexts, 1988. Azra, Azyurmardi, Islam Nusantara, Jaringan Global dan Lokal, Bandung Mizan, 2002. Baso, Ahmad, Plesetan Lokalitas Politik Pribumisasi Islam, Jakarta Desantara, 2002. Bruinsen, Martin van, dalam Amanah Nurish, Agama Jawa Setengah Abad Pasca-Cifford Greetz, Yogyakarta LKiS, 2019. Brower, Psikologi Fenomenologis. Jakarta Penerbit Gramedia, 1984. Carey, Peter, Urip Iku Urub Untaian Persembahan 70 tahun Profesor Carey, Jakarta Kompas Media Nusantara, 2019. Dinas Kebudayaan DIY, Buku Profil Yogyakarta City of Philisophy, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta 2015. Endraswara, Suwardi, Falsafah Kepemimpinan Jawa. Jakarta PT Buku Seru, 2013. Farid, Muhammad, dkk., Fenomenologi Dalam penelitian Ilmu Sosial. Jakarta Prenadamedia, Hardiman, F., Budi, Heidegger dan Mistik Keseharian Suatu Pengantar Menuju Sein und Zeit, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia, 2003. Haryanto, Joko Tri , Mengeja Tradisi Merajut Masa Depan, Semarang Pustakindo Pratama, Heidegger, Martin, Being and Time, translated by John Macquarrie & E. Robinson, Oxford Blackwell, 1962, 50. Hirsch Jr., Validity in Interpretation. New Haven and London Yale University Press, 1967. Husserl, Edmund, Ideas Pertaining to Pure Phenomenology and to Phenomenology of Philosophy, Boston Martinus Nijhoff Pubisher. Ichwan, Moch. Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an. Bandung penerbit Teraju, 2002. Inyak Ridwan Muzir, Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer. Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2010. Khalil, Ahmad, Islam Jawa Sufisme Dalam Etika & Tradisi Jawa. Malang UIN-Malang Press, Kockelmans, Joseph, Edmund Husserl Phenomenology, Indiana Purdue University Press, 1994. Koentjoroningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta Balai Pustaka, 1994. Kolis, Nur , Ilmu Makrifat Jawa sangkan paraning Dumadi Eksplorasi Susfistik Konsep mengenal Diri dalam Pustaka Islam Kejawen Kuci Sawrgo Miftahul Janati. Ponorogo Nata karya, 2018. Kumitir, Mas, “Kitab Primbon Suanan Bonang”, 2017, diakses 28 Sepetember 2020, Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yogyakarta Shalahudin Press , Lembaga Penelitian UIN Sunankalijaga, “Pemikiran Hermeneutika dalam Tradisi Barat Reader”, Editor Syafa’atun Almirzanah dan Shairon Syamsuddin YogyakartaPenerbit UIN Sunankalijaga, 2011. Marizar, Eddy S., Kursi Kekuasaan Jawa. Jakarta Narasi, 2013. Mifedwil, Jandra, Perangkat Alat-alat dan Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta Yogyakarta Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya DIY, 1990. Mulder, Niels, Mistisime Jawa Ideologi di Indonesia Yogyakarta LkiS, 2001. Mulkhan, Abdul Munir, Syekh Siti Jenar Pergumulan Islam Jawa. Jogjarakta Penerbit Jejak, Muqoyyidin, Andik W., “Dialektika Isam dan Budaya Lokal Jawa” , IBDA, Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 11, No. 1, Januari - Juni 2013. Nurish, Amanah, Agama Jawa Setengah Abad Pasca Clifford-Geertz, Yogyakarta LKiS, Page, Carl, “Philosophical Hermeneutics and Its Meaning for Philospophy”, dalam Philosophy Today. Summer, 1991. Permana Rahayu, ”Sejarah Masuknya Isam di Indonesia, Jurnal, 2015 Rahman, Fazlur, “Qur’anic Concept of God, The Universe and Man”, Islamic Research Institute, Vol. 6, No. 1, MARCH 1967. Semua Kecamatan Diganti Kapanewon, 2002, diakses 29 September 2020, Ricklefs, Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 Sejarah Pembagian Jawa. Yogyakarta Mata Bangsa, 2002. ............Kota Yogyakarta 200 Tahun. Panitia Peringatan Kota Yogyakarta 200 Tahun, 1956. Suyono, Capt. Dunia Mistik Orang Jawa Roh Ritual dan Benda Magis. Yogyakarta LkiS, Saputro, Anang Eko, Suluk Baka Suatu Tinjauan Filologis, 2003, diakses 25 September , org/paper/Suluk-baka-suatu-tinjauan-filologis-Saputro/9d730fe84fc85d45d4d97 1e30b32176a55251de2. Sumbulah, Ummi, “Islam Jawa dan Alkulturasi Budaya Karakteristik, Variasi dan Ketaatan Ekspresif”, el-Harakah Tahun 2012. Suryajaya, Martin, Imanensi dan Transendensi. Jakarta Penerbit Aksi Sepihak, 2009. Tibbi, Bassam, Islam and Cultutral Accommodation of Social Change, San Francisco Westview Pres, 1991. Uddin, Baha` dan Dwi Ratna Nurhajarini, Mangkubumi Sang Arsitek Kota Yogyakarta. Balai Pelestarian Budaya Daerah istimewa Yogyakarta, 2010. Zuhdi , Muhammad H., “Dakwah dan Dialektika Alkulturasi Budaya”, Jurnal Syariah IAIN Mataram, 2015. Wagner, Helmut R. , Alfred Schutz on Phenomenology and Social Relation . Chicago and London Chicago University Press, 1973 . Wood, David, The Deconstruction of Time, Antlantic Highland humanities Press International, Inc, 1989. Woodward, Mark, Java, Indonesia and Islam. London New York Springer, 2011. ..........., Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Hairus Salim, judul asli Islam in Java Normative, Piety and Miticism, Yogyakarta LkiS, 1999. Zarkasyi,al-, Burhan fi Ulum Al-Qur’an, Beirut Dar al-Ma’rifah, 113. Zoetmulder, Manunggaling Kawulo Gusti Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa. Jakarta Gramedia Pustkan, 1990.PERANPAGUYUBAN SANGKAN PARANING DUMADI TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU EKONOMI KOMUNITAS SAMIN (STUDI KASUS DI DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA) SKRIPSI . Untuk Mempersiapkan Gelar Sarjana Pendidikan . Pada Universitas Negeri Semarang . Oleh . Siti Nurjayanti . NIM. 3401409045 . JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI . FAKULTAS ILMU
“Setiap tetes air dari Allah yang menimpa rambutmu, kepalamu, keningmu, wajahmu, badanmu, dan bajumu, mudah-mudahan merupakan datangnya rezeki Allah kepadamu. Dunia maupun akhirat,” buka Cak Nun mengawali Sinau Bareng di Ponpes Segoro Agung, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Jumat malam 21/02.Cak Nun melanjutkan prolog, mewedar kedudukan pesantren. Menurutnya, pesantren bukan masa silam, melainkan hari depan. Pesantren dengan segala kelengkapan metode maupun sistem belajarnya cukup diorientasikan untuk menjawab tantangan Nun menandaskan alternatif sudut pandang. Acap kali pesantren dianggap ketinggalan zaman, tergilas oleh sekolah modern. Stigma tradisional sering disematkan kepada pesantren, bahkan diakui tak lagi relevan di dunia pendidikan modern. Terhadap pandangan itu Cak Nun bersilang pendapat. “Pesantren adalah kaifiyyah tata cara, thoriqoh, sosial, budaya, spiritualitas, bahkan kenegaraan untuk masa depan,” itu tema Sangkan Paraning Dumadi dibabar secara bernas. Diteropong dari multiperspektif. Seraya berkelakar, Cak Nun menuturkan, bukan berarti kalau dirinya dan Ki Sigid Ariyanto bersandingan dalam sepanggung, maka acara ini terbagi dua tema. Antara religiusitas dan klenik. “Kita akan membicarakan persambungan antara wayang dan Islam,” papar Cak Paraning Dumadi itu kamu berasal dari mana dan hendak ke mana. Di Islam pernyataan itu sama dengan Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Sangkan manusia itu Innalillah dari Allah, sedangkan dumadi-nya ilaihi roji’un. Jadi, menurut Cak Nun, Innalillahi wa inna ilaihi roji’un itu bukan untuk ucapan orang yang meninggal, melainkan orang yang masih manusia, lanjut Cak Nun, mengidentifikasi kelahirannya secara administratif lahir kapan, di mana, dan orang tua siapa. Pemahaman itu menjadi arus utama di kalangan masyarakat umum. Konsep sangkan dan paran, bagi Cak Nun, justru mendahului eksistensi pencatatan sipil semacam itu. Manakala Tuhan menciptakan, maka di situ permulaan itu datang dari Tuhan dan pulang kembali kepada-Nya. Pada kesempatan lain Cak Nun menguraikan dimensi Innalillahi wa inna ilaihi roji’un sebagai bulatan. Ia datang dari titik sama dan memutar kembali ke titik semula. Aneka rupa dinamika kehidupan manusia niscaya relatif, namun sangkan dan paran berpola itu BermaiyahCak Nun mengaitkan antara wayangan dan Maiyah. Maiyah itu bukan kelompok. Maiyah itu berpaut erat dengan kelembutan hati yang membuat manusia selalu ingin bertemu, bergandengan tangan dan menguatkan. “Wayangan iku yo Maiyahan. Maiyah bukan benda padat. Ia nilai. Setelah Sinau Bareng nanti, kita akan berpindah Maiyahan ke wayangan,” Ki Sigid Ariyanto adalah pelopor Simpul Maiyah Sendhon Waton, Rembang. Ia menjelaskan sepintas makna Sendhon Waton. Sendhon itu rangkaian kata terpilih dan terindah yang mengandung ajaran kearifan leluhur. Waton itu berarti mempunyai referensi, sebuah pijakan Sigid bercerita akan membawakan lakon Dewa Ruci dan Bima Suci. Kisah Dewa Ruci relevan ditampilkan karena, menurutnya, setarikan napas dengan tema Sangkan Paraning Dumadi. Menampilkan tokoh utama Brotoseno. “Ia sama dengan Bima dan Werkudara. Brotoseno berguru di Pesantren Sakalima. Di cerita Brotoseno tersebut ingin tahu ilmu Sangkan Paraning Dumadi Kawruh Kasampurnan,” lanjut Ki wayang kearifan lokal leluhur termediasi apik. Cak Nun mempertajam kalau selama ini pandangan mengenai wayang selalu dikaitkan dengan kisah Ramayana dan Mahabharata. Tapi sepanjang sejarahnya, seiring masuknya agama Islam, kedua kisah itu digubah oleh Sunan Kalijaga untuk media dakwah. “Jadi, wayang yang kita kenal sekarang yang berasal dari dua kisah tersebut pada gilirannya diislamkan’ oleh beliau,” konsep pakem dan carangan dalam wayang. Cak Nun sendiri melihat kedudukan punakawan yang terdiri atas Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong tak diambilkan dari epos India. Mereka dimunculkan sesuai kebudayaan Jawa. Upaya pencarangan dalam wayang, khususnya aspek pengisahan, kerap direproduksi dalang sebagai bagian dari proses kreatif.“Punakawan sendiri itu yang menemani dengan keilmuan dan kebijaksanaan, sementara ponokawan itu menemani dengan cinta,” papar Cak Nun. Oleh Cak Nun sendiri, selama proses kepenulisan kreatif, peran Punakawan pernah diadaptasikan ke dalam Novel Arus Bawah 1994. Tentu dengan penyesuaian alur cerita berlatar Karang Kedempel yang sebetulnya konotasi wilayah Indonesia. “Punakawan sendiri adalah representasi dari demokrasi yang disuarakan kaum kelas bawah.”Sinau Bareng malam itu begitu khidmat, meski gerimis terus mengguyur. Jamaah terlatih untuk “berpuasa” terhadap segala kondisi dan mengondusifkan diri agar tak terdistraksi. “Puasa adalah bentuk fermentasi mental dan hati. Jika kamu sering puasa, maka hatimu akan luwes dan lembut,” pesan Cak di luar diri hendaknya diatur sesuai kedaulatan individu. Cak Nun menambahkan agar jamaah jangan menangisi dunia. “Jangan bergantung pada dunia pula. Usahakan dunia tergantung pada Anda, dan Anda yang harus mengatur dunia,” tambahnya. Yang mempertautkan diri-dalam dan kondisi-luar adalah relasi penuh kasih. Pesantren punya potensi untuk berdaulat.“Hubungan tertinggi antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan adalah cinta. Berhentilah membuat sekat tentang keluasan cinta dan jangan pernah berhenti mencintai,” pungkas Cak Nun.
Guru: Sangkan paran adalah pengetahuan tentang dari mana kamu berasal dan kemana tujuan kamu. Atau lebih mudahnya adalah ilmu tentang jalan pulang. Sebenarnya dimana rumah asalmu maka kesanalah kamu akan pulang. Ketahuilah Muridku, bahwa sesungguhnya tiap-tiap apa yang berasal akan kembali ke asal itu.– Sangkan paraning dumadi’ dipercaya sebagai falsafah kehidupan dari nenek moyang suku Jawa. Falsafah tersebut dituturkan oleh nenek moyang dengan cara lisan, tulisan lewat serat-serat, dan juga lewat pentas pewayangan.Sangkan paraning dumadi’ adalah sebuah filosofi untuk memahami manusia, memahami perjalanan sejati yang harus ditempuh oleh manusia di dunia ini. Tetapi sangat disayangkan beberapa kalangan mengatakan jika falsafah tersebut sangat jauh dari nilai beberapa kasus, sangakan paraning dumadi’ dipahami sebagai ajaran kepercayaan Jawa, dan bukan bagian dari Islam. Padahal jika merujuk kepada masa nabi, ada beberapa filosofi budaya Barat yang masih Nabi tersebut disebut sebagai sinkretisme Islam, artinya adalah Islam bisa bersinggungan dengan nilai budaya dan adat di tempat agama Islam berkembang. Hal ini sebenarnya bisa juga dipakai dalam kasus ajaran sangkan paraning dumadi’, bisa berpadu dengan Sangkan Paraning DumadiFilosofi Jawa ini sudah lama digunakan oleh nenek moyang sebagai bagian dari pengajaran agar bisa menjadi manusia yang sejati. Kemudian ketika Walisongo menyebarkan agama Islam, mereka melakukan dakwah dengan sangat arif dan Jawa yang tidak bertentangan dengan Islam masih tetap ada dan bahkan dipakai oleh para Walisongo sebagai media berdakwah. Seperti wayang, dan budaya lainnya, termasuk juga adalah ajaran sangkan paraning Kalijaga adalah salah satu dewan Walisongo yang menggunakan ajaran filosofi tersebut untuk mengajarakan perkara sufi pada murid-muridnya. Sunan Kalijaga juga yang kemudian memberikan makna sangkan paraning dumadi’ sehingga bisa bernafaskan nilai-nilai era selanjutnya, ada Ronggowarsito, pujangga Jawa yang juga menggunakan ajaran sangkan paraning dumadi’ sebagai medianya dalam berdakwah. Lewat serat Gatoloco, Ronggowarsito mengurai makna dari ajaran sangkan paraning dumadi’.Istilah sangkan’ berasal dari Bahasa Jawa berarti asal, sedangkan paraning’ berarti tujuan, dan dumadi’ berarti menjadi. Jadi, sangkan paraning dumadi’ adalah ajaran yang memberikan pemahan tentang asal, tujuan dan apa fungsi dari dirinya manusia.Sangkan Paraning Dumadi dalam Cerita PewayanganDi dalam serat Gatholoco, Ronggowarsito menjelaskan jika asal dari manusia adalah penyatuan antara lingga simbol kelamin laki-laki dan yoni symbol kelamin perempuan. Penyatuan antara keduanya kemudian akan menghasilkan jabang bayi. Jabang bayi tadi kemudian harus mencari tujuan, dan kenapa dia ada di dunia menggambarkan proses pencarian tujuan dan alasan adanya didunia ini dengan karakter Gatholoco. Karakter tersebut digambarkan sebagai karakter antagonis karena sering melakukan kritik pada para tokoh perjalanan tersebut sebenarnya adalah proses pencarian tujuan dan makna hidup seseorang. Kemudian Sunan Kalijaga melukiskan ajaran sangkan paraning dumadi’ dengan cerita pewayangan dengan judul Dewa cerita tersebut Sunan Kalijaga menggambarkan Dewa Ruci adalah Tuhan, tetapi ketika dimaknai lebih dalam, sosok Dewa Ruci adalah manusia itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena menurut ajaran para sufi, manusia itu berasal dari Tuhan, dan kemudian ketika sudah menemukan rasa kemanusiaannya maka dia sebenarnya telah kembali kepada dan ajaran sangkan paraning dumadiBeberapa kalangan masih beranggapan jika ajaran Jawa ini adalah sesat, dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alasan mereka adalah bahwa konsep penyatuan antara Tuhan dan manusia itu tidak akan pernah jika mau melihat literatur Islam, banyak tokoh-tokoh sufi yang membicarakan hal tersebut. Lewat ajaran sangkan paraning dumadi’, Sunan Kalijaga dan Ronggowarsito ingin mengajarkan amalan tasawuf tentang bagaimana caranya menjadi manusia yang orang sudah paham tentang asal-usulnya, tentang tujuannya hidup di dunia, maka mereka akan menjadi manusia yang sejati. Ketika sudah menjadi manusia yang sejati, ini berarti sudah memahami hakikat manusia hidup didunia dalam Islam ada istilah kembalinya manusia pada Tuhan, yakni “Inna lillahi wa inna ilahi raji’un.” Arti dari kalimat tersebut adalah “sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kita akan kembali”.Beberapa kalangan ulama sufi mengatakan jika kalimat tersebut adalah bagian dari dasar bahwa manusia yang sudah mengenal asal-usulnya bagian dari Tuhan. Maka dia akan paham tujuan hidupnya, adalah kembali pada tuhan sebagai Kalijaga dan Ronggowarsito ingin mengajarkan tentang perjalanan hidup manusia sehingga mereka mengenal dirinya sendiri, yakni menjadi manusia yang sejati. Ketika sudah mengenal kesejatian diri, maka manusia bisa lebih dekat dengan Tuhan.Sangkan paraning dumadi’ yang diajarkan oleh sunan Kalijaga dan Ronggowarsito sebenarnya adalah konsep mengenal jati diri manusia, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut tidak bertentangan dengan nilai Islam sehingga bisa memberi pelajaran bagi kita bahwa budaya nenek moyang dan ajaran islam tidaklah bertentangan. Semuanya terhubung asalkan kita memahami makna dibalik ajaran tersebut.xWTKh.